Minggu, 29 Desember 2013

suplemen


EFEK PENAMBAHAN METAN INHIBITOR, DEFAUNATING
AGENT DAN PROBIOTIK LOKAL DALAM FEED BLOCK
SUPPLEMENT (FBS) TERHADAP PRODUKSI DAN
KUALITAS SUSU SAPI PERAH




PENDAHULUAN

Serangkaian penelitian sistimatis tentang suplementasi pada ternak sudah banyak dilakukan, baik menyangkut: landasan suplementasi, formula suplemen, cara dan tingkat pemberian suplemen pada sapi perah Hasil-hasil penelitian yang menyangkut permasalahan lokal tersebut seyogyanya dapat dimanfaatkan secara terarah. Percobaan lebih lanjut di beberapa daerah yang memanfaatkan hasil penelitian tersebut, ternyata mampu memberikan hasil yang positif Dilain fihak, saat ini banyak dilakukan penelitian pemberian suplemen non nutritive, namun  mempunyai fungsi sebagai pakan tambahan (functional feed additive) yang secara nyata dapat meningkatkan kapasitas mencerna dan efiensi penggunaan ransum. Bahan suplemen jenis ini yang telah diujicoba dan memberikan harapan prospektif adalah: penghambat metan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan metan inhibitor, defaunating agent  dan probiotik lokal kedalam  feed block supplement (FBS) terhadap produksi dan kualitas susu sapi perah.



BAB II
MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan berturut-turut di lapangan dan di laboratorium, Penelitian ini menggunakan 18 ekor sapi perah bangsaFries Holland (FH) periode laktasi (kaliberanak) ke 1 s/d 3 yang berada pada bulanlaktasi ke 2 s/d 4, dengan bobot badan awalberkisar 410 s/d 591 kg dan mempunyaikisaran produksi susu 8 s/d 20 kg/ekor/hari.Formula suplemen yang akan diujicobakan ada2 macam yaitu suplemen Feed BlockSuplemen-A (FBS-A) dan Feed BlockSuplemen-B (FBS-B). Formula FBS A adalahformula yang telah diujicoba di Cimande dan Cibungbulang. FBS B merupakan formula baru dengan komponenaktif selain yang ada pada FBS A, jugaditambahakan metan inhibitor berupa minyakikan lemuru, defaunating agent berupa serbukkering daun kembang sepatu, dan jugaprobiotik lokal berupa ragi tapeSaccharomyces cereviciae.Percobaan in vitro denganmenggunakan Rancangan  Acak Kelompok(Randomized Complete Block Design/RCBD)pola faktorial 3 x 5 dengan faktor pertamaadalah suplementasi FBS dan faktor keduaadalah lama fermentasi dengan 5 tarap yaitu: 0,1, 2, 3, 4 jam. Sedangkan percobaan in-vivo menggunakan Rancangan Acak KelompoK


(Randomized Complete Block Design/RCBD)dengan Pola Faktorial 3 x 3, sebagai faktorpertama yaitu perlakuan yang terdiri dari T1(kontrol yaitu ransum peternak tanpasuplementasi FBS), T2 (Suplementasi denganFBS-A) dan T3 (suplementasi dengan FBS-B),sedangkan faktor kedua yaitu waktupengamatan yaitu W10 (waktu pengamatan 1-10hari), W20 (waktu pengamatan 11-20 hari) sertaW30 (waktu pengamatan 21-30 hari).Pemberian FBS dengan cara digantung didepanternak seperti pada Gambar 1.



  
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi volatile fatty acid (VFA) rumen

Pengaruh suplementasi FBS terhadap kadar VFA  berdasarkan analisis statistik, bahwa suplementasi tersebut tidak mempengaruhi kadar VFA total secara nyata, namun lebih tinggi dari 111 mM yang merupakan nilai minimal yang diperlukan bagi pertumbuhanmikroba rumen yang kondusif Konsentrasi VFA parsial (asam asetatdan asam butirat) berpengaruh nyata (P<0,05)dengan adanya perlakuan FBS. FBSdiharapkan dapat meningkatkan aktivitasmikroba rumen, sehingga fermentabilitasransum semakin meningkat. Bila ditelaah lebih jauh, tentang produksi VFA dari waktu kewaktu maka semakin lama fermentasi, produksi VFA pada FBS-A dan FBS-B semakin nyata meningkat. Hal ini mengidentifikasikan aktivitas mikroba rumen yang meningkat. Konsentrasi asam lemak terbang didalam cairan rumen menggambarkan keseimbangan antara laju produksi VFA dengan laju pemakaian atau penyerapan.  bahwa suplementasi FBS dapat mengubah propil asam lemak terbang (VFA) parsial. Suplementasi FBS-A merubah sistem fermentasi yang mengarah kepada sintesis asam asetat dan secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), sedangkan suplementasi dengan FBS-B menyebabkanperubahan sistem fermentasi yang mengarah ke sintesis asam propionat walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan, sehingga nisbah asam Asetat/Propionat dan angka non-Glukogenik Rasio (NGR) cendrung menurun pada suplementasi FBS-B. Hingga produksi gas metan juga menurun, hal ini sesuai dengan tujuan penambahan metan inhibitor berupa minyak ikan lemuru memberikan dampak yang positif dalam FBS. Hasil estimat (hasil perhitungan) pembentukan gas metan menunjukkan terjadi penurunan pada suplementasi FBS-B walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.





Produksi amonia (N-NH3) rumen
Berdasarkan hasil analisis statistik, terlihatbahwa suplementasi FBS sangat mempengaruhi (P<0,01) kadar N-NH3 dan kadar N-NH3 tersebut juga dipengaruhi oleh waktu fermentasi (P<0,01). Namun tidak terdapat interaksi antara kedua faktor perlakuan tersebut. Suplementasi FBS-A dan FBS-B mampu meningkatkan kadar N-NH3 (Tabel 2) dan tidak terdapat perbedaan pengaruh yang nyata antara FBS-A dan FBS-B terhadap kadar N-NH3 Hasil ini sesuai dengan sasaran suplementasi dimana FBS merupakan suplemen N (Protein). FBS mengandung  NPN (urea) yang merupakan sumber N yang mudah tersedia, karena NPN lebih cepat melepaskan amonia (NH3bahwa  sumber N fermentable adalah urea, Suplementasi N pada umumnya akan bermanfaat efektif pada ransum dengan kadar N yang kurang sebagaimana pada ransum sapi bahwa pemberian NPN pada sapi perah adalah mengurangi keharusan suplementasi protein pada keadaan protein ransum rendah. Suplementasi FBS merangsang produksi NNH3, pada ransum kontrol ammonia cendrung berakumulasi, namun pada penggunaan suplemen FBS terutama FBS-A kadar N-NH3 makin menurun setelah 2 jam fermentasi Hal ini memberikan penafsiran, bahwa besarnya kemungkinannya ammonia pada  pemberian FBS-A dapat dipakai oleh mikroba rumen untuk mensintesis protein microbial, sebagai akibat adanya peningkatan/ pertumbuhan mikroba rumen yang disebabkan oleh adanya suplementasi zat makanan dari FBS-A. Dalam hal ini, FBS-A mampu meningkatkan pasokan ammonia dan selanjutnya dapat meransang mikroba rumen untuk memanfaatkannya. Dengan demikian FBS-A dapat memperbaiki utilisasi protein, khususnya NPN di dalam rumen.

Populasi mikroba rumen

Pengaruh suplementasi terhadap populasi mikroba (bakteri dan protozoa rumen) diperlihatkan dalam Populasi bakteri dipengaruhi secara nyata (P<0,05) oleh suplementasi FBS. Hanya suplementasi FBS-B yang mampu meningkatkan populasi bakteri rumen, sedangkan populasi bakteri pada ransum kontrol dan FBS-A tidak berbeda secara nyata. Penggunaan probiotik (S. cerivisiae), defaunating agent (daun kembang sepatu) dan metan inhibitor (minyak tak jenuh dari minyak ikan lemuru), mampu merangsang pertumbuhan bakteri rumen.  penggunaan suplementasi FBS terhadap populasi protozoa, dalam penelitian ini tidak dapat terlihat pengaruhnya. Namun demikian persentase protozoa hidup pada pemberian FBS-B sangat rendah dibandingkan dengan kontrol dan FBS-A, hal ini disebabkan oleh adanya defaunating agent berupa daun kembang sepatu yang memberikan efek defaunasi. Efek defaunasi dari daun kembang sepatu timbul karena keberadaan saponin yang mampu menghemolisis sel protozoa,  Selain defaunating agent FBS-B juga mengandung metan inhibitor (minyak ikan lemuru) yang ikut berperan dalam proses defaunasi, karena minyak ikan merupakan lemak tak jenuh hingga memberikan efek toksik bagi protozoa.

Konsumsi zat makanan

Pemberian pakan sapi percobaan diatur oleh peternak. Pemberian pakan tersebut seperti yang diberikan seperti pada waktuwaktu sebelumnya. Konstribusi FBS dalam menambah pasokan zat makanan bagi sapi-sapi percobaan dapat terlihat dari hasil pengukuran konsumsi zat-zat makanan. Hasil pengamatan konsumsi bahan kering masing-masing perlakuan T1 (kontrol), T2 (yang diberi suplemen FBS-A) dan T3 (yang diberi suplemen FBS-B adalah 10.79, 10.78 dan 10.88 kg/ekor/hari, dengan konsumsi FBS-A dan FBS-B adalah 52 dan 22 g/ekor/hari. Namun demikian andil FBS dalam pemasokan zat makanan pada sapi perah terlihat cukup berarti dalam hal konsumsi: Ca, NaCl, Mn, Fe dan Zn. Konsumsi zat lainnya seperti: protein, serat kasar, lemak, BETN dan TDN relatif sama untuk ketiga jenis ransum. Peningkatan beberapa konsumsi meneral tersebut diharapkan dapat membantu dalam proses metabolisme baik didalam rumen maupun di kelenjar ambing dalam proses biosintesis air susu.



Metabolit darah

Hasil pengukuran kadar metabolit darah pada sapi-sapi percobaan pada masa akhir pengamatan diperlihatkan pada Tabel 3. Kadar glukosa darah, walaupun kurang akurat, namun dapat dijadikan indikator tentang status ketersediaan energi bagi sapi perah   Secara normal kadar glukosa darah pada ruminansia dewasa adalah 52 mg/dl dan bila kadar glukosa darah tersebut kurang dari 28 mg/dl maka sapi tersebut dalam status ketosis. Ketiga kelompok sapi, baik sapi kontrol dan yang disuplementasi FBS-A dan FBS-B mempunyai kadar glukosa darah masing masing 40,33, 36,17 dan 44,67 mg/dl. Secara keseluruhan menunjukkan, bahwa besar kemungkinannya pasokan energi (glukosa) masih belum cukup. Hal ini diperlihatkan oleh kenyataan bahwa kadar TDN ransum yang diberikan peternak adalah 50,98%, jauh dibawah standar yang sesuai yaitu 65%. Hasil analisis statistik, memperlihatkan bahwa perlakuan suplementasi mempengaruhi secara nyata (P<0,05) kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah sapi yang mendapat suplementasi FBS-A lebih rendah dari sapi kontrol. Hal ini besar kemungkinannya pada sapi yang disuplementasi FBS-A penggunaan glukosa untuk produksi air susu kelenjar ambing relatif tinggi, sehingga yang ada dalam darah menjadi rendah akibat up-take glukosa oleh kelenjar ambing. Glukosa adalah precursor untuk pembentukan laktosa pada kelenjar ambing. Kadar mineral darah sapi-sapi percobaan, baik sapi yang disuplementasi maupun yang tidak (kontrol) bila dibandingkan kadar mineral darah sapi yang normal berada dalam kisaran normal untuk mineral Ca, Mg, sedangkan mineral mikro seperti: Mn, Zn, Cu dan Fe relatif lebih tinggi. Kadar mineral dalam darah umumnya diatur secara homeostasis. Evaluasi tingkat kecukupan mineral, khususnya mineral mikro melalui analisa pada plasma darah belum cukup untuk menentukan status mineral bagi sapi-sapi tersebut.

Produksi air susu

Produksi susu sapi yang tanpa maupun disuplementasi dengan FBS diperlihatkan dalam Tabel 4. Produksi susu sapi harian (tanpa dikoreksi dengan kadar lemak) meningkat dengan adanya suplementasi FBS, namun secara statistik tidak nyata. Rataan produksi susu pada suplementasi FBS-A (14.865 kg/ekor/hari) dan FBS-B (14.637 kg/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (13.719 kg/ekor/hari). Produksi air susu 4% FCM dipengaruhi secara nyata (P<0,05) oleh perlakuan. Rataan produksi air susu tertinggi diperoleh pada sapi yang diberi suplementasi FBS-A, sedangkan produksi susu sapi yang diberi suplementasi FBS-B tidak berbeda nyata dengan kontrol. memperlihatkan produksi air susu harian sapi percobaan dari hari ke hari selama priode pengamatan berlangsung. Terlihat walaupun ada fluktuasi, produksi air susu pada pemberian FBS-A tetap lebih tinggi dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya (kontrol dan FBS-B) pada pemberian suplemen FBS-B respon lebih tinggi dari kontrol setelah 10 hari berikutnya. Penyebabnya adalah FBS-B kurang palatable dibandingkan dengan FBS-A. FBS-B nilai konsumsinya (disukai) sapi agak terlambat jika dibandingkan dengan FBS-A.  Jika dikaitkan dengan konsumsi zat makanan dan energi yang relatif sama dari ketiga perlakuan, maka dapat diperkirakan, bahwa suplementasi FBS, khususnya FBS-A dapat memperbaiki metabolisme, biosintesis air susu dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan zat makanan untuk produksi air susu. Dalam hal ini, andil peningkatan konsumsi mineral sebagai akibat suplementasi FBS memberi dampak yang positif pada produksi air susu.

Kualitas air susu

Hasil pengukuran terhadap komposisi air susu sapi-sapi percobaan diperlihatkan dalam Berdasarkan hasil analisis statistik, suplementasi FBS tidak mempengaruhi: persentase bahan kering susu, persentase kadar lemak, persentase bahan kering tanpa lemak (Solid Non Fat) serta berat jenis air susu. Namun demikian ada kecendrungan perbaikan nilai rataan dari peubah-peubah tersebut, baik untuk kadar lemak dan BKTL. Bila ditinjau, komposisi air susu dapat beragam antar individu, sehingga pengaruh suplementasi tersebut tidak dapat diperlihatkan secara statistik. Selain itu indikator untuk melihat mutu air susu, adalah dengan uji reduktase. Uji reduktase ini menunjukkan daya awet air susu.Semakin tinggi aktivitas mikroorganisme dalam air susu, maka air susu tersebut akan cepat menjadi asam yang ditunjukkan oleh perubahan warna indikator methylin blue, yaitu lama waktu perubahan warna methylin blue menjadi putih. Berdasarkan hasil analisis statistik, tidak terdapat perbedaan hasil uji reduktase dari ketiga perlakuan, walaupun ada kecendrungan adanya peningkatan untuk susu sapi yang diberi suplementasi, khususnya untuk suplementasi FBS-B. Secara keseluruhan, lama perubahan yang kurang dari 6 (enam) jam, menunjukkan mutu susu tersebut kurang baik. Uji reduktase sangat berkaitan dengan aspek mikrobiologis susu, unsur-unsur hygenis ambing dan pemerahan perlu mendapat perhatian yang serius, tidak hanya melalui perbaikan pakan, tetapi dari segi manajemen kerja merupakan hal yang lebih penting.


Aspek ekonomis

Manfaat ekonomis baru dapat dilihat, apabila dapat ditunjukkan hubungan antara input-otput, baik dari segi besaran fisik ataupun dari biaya. Perkiraan input-output penggunaan FBS dan income over feed cost (IOFC) atau penerimaan peternak setelah dikurangi biaya pakan. Nilai IOFC sering digunakan untuk melihat manfaat ekonomis dari penerimaan perbaikan pemberian pakan. Nilai IOFC masing masing perlakuan kontrol, FBS-A dan FBS-B adalah: Rp 5.393,55/ekor/hari, Rp9.150,64/ekor/haridanRp8031,64/ekor/hari. Tamabahan kenaikan IOFC akibat penggunaan FBS A cukup signifikan yaitu sebesar Rp 3.757,10/ekor/hari atau setara 69,66%/ekor/hari dan FBS-B sebesar Rp 2.637,49/ekor/hari atau setara 48,90%/ekor/hari di atas nilai IOFC pada sapi kontrol yang tidak mendapat FBS.


  
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa FBS mempunyai andil dalam peningkatan produksi susu melalui peranan dan fungsinya sebagai berikut: (1) dapat meningkatkan pasokan/konsumsi beberapa zat makanan bagi sapi perah; (2) mengkoreksi ketidakseimbangan zat gizi; (3) mengkoreksi ketidakseimbangan antara hijauan dan konsentrat; (4) meningkatkan aktivitas dan populasi mikroba rumen, sehingga ammonia dapat dimanfaatkan dengan baik untuk biosintsis protein mikrobial; (5) memasok unsur mikromineral yang dapat meningkatkan aktivitas metabolisme, sehingga Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004 230 utillisasi glukosa oleh kelenjar ambing untuk sintesis laktosa dapat meningkat; dan (6) mampu meningkatkan penerimaan peternak setelah dikurangi biaya pakan (income over feed cost).