EFEK
PENAMBAHAN METAN INHIBITOR, DEFAUNATING
AGENT
DAN
PROBIOTIK LOKAL DALAM FEED BLOCK
SUPPLEMENT
(FBS)
TERHADAP PRODUKSI DAN
KUALITAS SUSU
SAPI PERAH
PENDAHULUAN
Serangkaian penelitian sistimatis tentang suplementasi
pada ternak sudah banyak dilakukan, baik menyangkut: landasan suplementasi,
formula suplemen, cara dan tingkat pemberian suplemen pada sapi perah Hasil-hasil
penelitian yang menyangkut permasalahan lokal tersebut seyogyanya dapat
dimanfaatkan secara terarah. Percobaan lebih lanjut di beberapa daerah yang memanfaatkan
hasil penelitian tersebut, ternyata mampu memberikan hasil yang positif Dilain fihak,
saat ini banyak dilakukan penelitian pemberian suplemen non nutritive, namun mempunyai fungsi sebagai pakan tambahan (functional
feed additive) yang secara nyata dapat meningkatkan kapasitas mencerna dan efiensi
penggunaan ransum. Bahan suplemen jenis ini yang telah diujicoba dan memberikan
harapan prospektif adalah: penghambat metan Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh penambahan metan inhibitor, defaunating
agent dan probiotik lokal kedalam feed block supplement (FBS) terhadap
produksi dan kualitas susu sapi perah.
BAB II
MATERI
DAN METODE
Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan berturut-turut
di lapangan dan di laboratorium, Penelitian ini menggunakan 18 ekor sapi perah bangsaFries
Holland (FH) periode laktasi (kaliberanak) ke 1 s/d 3 yang berada pada
bulanlaktasi ke 2 s/d 4, dengan bobot badan awalberkisar 410 s/d 591 kg dan
mempunyaikisaran produksi susu 8 s/d 20 kg/ekor/hari.Formula suplemen yang akan
diujicobakan ada2 macam yaitu suplemen Feed BlockSuplemen-A (FBS-A) dan Feed
BlockSuplemen-B (FBS-B). Formula FBS A adalahformula yang telah diujicoba
di Cimande dan Cibungbulang. FBS B merupakan formula baru dengan komponenaktif
selain yang ada pada FBS A, jugaditambahakan metan inhibitor berupa
minyakikan lemuru, defaunating agent berupa serbukkering daun kembang
sepatu, dan jugaprobiotik lokal berupa ragi tapeSaccharomyces cereviciae.Percobaan
in vitro denganmenggunakan Rancangan Acak Kelompok(Randomized Complete Block Design/RCBD)pola
faktorial 3 x 5 dengan faktor pertamaadalah suplementasi FBS dan faktor
keduaadalah lama fermentasi dengan 5 tarap yaitu: 0,1, 2, 3, 4 jam. Sedangkan
percobaan in-vivo menggunakan Rancangan Acak KelompoK
(Randomized
Complete Block Design/RCBD)dengan Pola Faktorial 3 x 3, sebagai
faktorpertama yaitu perlakuan yang terdiri dari T1(kontrol yaitu ransum
peternak tanpasuplementasi FBS), T2 (Suplementasi denganFBS-A) dan T3
(suplementasi dengan FBS-B),sedangkan faktor kedua yaitu waktupengamatan yaitu
W10 (waktu pengamatan 1-10hari), W20 (waktu pengamatan 11-20 hari) sertaW30
(waktu pengamatan 21-30 hari).Pemberian FBS dengan cara digantung didepanternak
seperti pada Gambar 1.
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Produksi volatile
fatty acid (VFA) rumen
Pengaruh suplementasi FBS terhadap kadar VFA berdasarkan analisis statistik, bahwa suplementasi
tersebut tidak mempengaruhi kadar VFA total secara nyata, namun lebih tinggi
dari 111 mM yang merupakan nilai minimal yang diperlukan bagi
pertumbuhanmikroba rumen yang kondusif Konsentrasi VFA parsial (asam asetatdan
asam butirat) berpengaruh nyata (P<0,05)dengan adanya perlakuan FBS.
FBSdiharapkan dapat meningkatkan aktivitasmikroba rumen, sehingga
fermentabilitasransum semakin meningkat. Bila ditelaah lebih jauh, tentang
produksi VFA dari waktu kewaktu maka semakin lama fermentasi, produksi VFA pada
FBS-A dan FBS-B semakin nyata meningkat. Hal ini mengidentifikasikan aktivitas
mikroba rumen yang meningkat. Konsentrasi asam lemak terbang didalam cairan
rumen menggambarkan keseimbangan antara laju produksi VFA dengan laju pemakaian
atau penyerapan. bahwa suplementasi FBS
dapat mengubah propil asam lemak terbang (VFA) parsial. Suplementasi FBS-A
merubah sistem fermentasi yang mengarah kepada sintesis asam asetat dan secara
statistik menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), sedangkan suplementasi
dengan FBS-B menyebabkanperubahan sistem fermentasi yang mengarah ke sintesis
asam propionat walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan, sehingga
nisbah asam Asetat/Propionat dan angka non-Glukogenik Rasio (NGR)
cendrung menurun pada suplementasi FBS-B. Hingga produksi gas metan juga
menurun, hal ini sesuai dengan tujuan penambahan metan inhibitor berupa minyak
ikan lemuru memberikan dampak yang positif dalam FBS. Hasil estimat (hasil
perhitungan) pembentukan gas metan menunjukkan terjadi penurunan pada suplementasi
FBS-B walaupun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
Produksi amonia
(N-NH3) rumen
Berdasarkan hasil analisis statistik, terlihatbahwa
suplementasi FBS sangat mempengaruhi (P<0,01) kadar N-NH3 dan kadar N-NH3
tersebut juga dipengaruhi oleh waktu fermentasi (P<0,01). Namun tidak terdapat
interaksi antara kedua faktor perlakuan tersebut. Suplementasi FBS-A dan FBS-B
mampu meningkatkan kadar N-NH3 (Tabel 2) dan tidak terdapat perbedaan pengaruh
yang nyata antara FBS-A dan FBS-B terhadap kadar N-NH3 Hasil ini sesuai dengan sasaran
suplementasi dimana FBS merupakan suplemen N (Protein). FBS mengandung NPN (urea) yang merupakan sumber N yang mudah tersedia,
karena NPN lebih cepat melepaskan amonia (NH3bahwa sumber N fermentable adalah urea, Suplementasi
N pada umumnya akan bermanfaat efektif pada ransum dengan kadar N yang kurang
sebagaimana pada ransum sapi bahwa pemberian NPN pada sapi perah adalah mengurangi
keharusan suplementasi protein pada keadaan protein ransum rendah. Suplementasi
FBS merangsang produksi NNH3, pada ransum kontrol ammonia cendrung berakumulasi,
namun pada penggunaan suplemen FBS terutama FBS-A kadar N-NH3 makin menurun
setelah 2 jam fermentasi Hal ini memberikan penafsiran, bahwa besarnya
kemungkinannya ammonia pada pemberian
FBS-A dapat dipakai oleh mikroba rumen untuk mensintesis protein microbial,
sebagai akibat adanya peningkatan/ pertumbuhan mikroba rumen yang disebabkan oleh
adanya suplementasi zat makanan dari FBS-A. Dalam hal ini, FBS-A mampu meningkatkan
pasokan ammonia dan selanjutnya dapat meransang mikroba rumen untuk
memanfaatkannya. Dengan demikian FBS-A dapat memperbaiki utilisasi protein, khususnya
NPN di dalam rumen.
Populasi mikroba
rumen
Pengaruh suplementasi terhadap populasi mikroba
(bakteri dan protozoa rumen) diperlihatkan dalam Populasi bakteri dipengaruhi
secara nyata (P<0,05) oleh suplementasi FBS. Hanya suplementasi FBS-B yang
mampu meningkatkan populasi bakteri rumen, sedangkan populasi bakteri pada ransum
kontrol dan FBS-A tidak berbeda secara nyata. Penggunaan probiotik (S.
cerivisiae), defaunating agent (daun kembang sepatu) dan metan
inhibitor (minyak tak jenuh dari minyak ikan lemuru), mampu merangsang pertumbuhan
bakteri rumen. penggunaan suplementasi
FBS terhadap populasi protozoa, dalam penelitian ini tidak dapat terlihat
pengaruhnya. Namun demikian persentase protozoa hidup pada pemberian FBS-B
sangat rendah dibandingkan dengan kontrol dan FBS-A, hal ini disebabkan oleh
adanya defaunating agent berupa daun kembang sepatu yang memberikan efek defaunasi.
Efek defaunasi dari daun kembang sepatu timbul karena keberadaan saponin yang mampu
menghemolisis sel protozoa, Selain
defaunating agent FBS-B juga mengandung metan inhibitor (minyak ikan lemuru)
yang ikut berperan dalam proses defaunasi, karena minyak ikan merupakan lemak
tak jenuh hingga memberikan efek toksik bagi protozoa.
Konsumsi zat
makanan
Pemberian pakan sapi percobaan diatur oleh peternak.
Pemberian pakan tersebut seperti yang diberikan seperti pada waktuwaktu sebelumnya.
Konstribusi FBS dalam menambah pasokan zat makanan bagi sapi-sapi percobaan
dapat terlihat dari hasil pengukuran konsumsi zat-zat makanan. Hasil pengamatan
konsumsi bahan kering masing-masing perlakuan T1 (kontrol), T2 (yang diberi suplemen
FBS-A) dan T3 (yang diberi suplemen FBS-B adalah 10.79, 10.78 dan 10.88
kg/ekor/hari, dengan konsumsi FBS-A dan FBS-B adalah 52 dan 22 g/ekor/hari. Namun
demikian andil FBS dalam pemasokan zat makanan pada sapi perah terlihat cukup berarti
dalam hal konsumsi: Ca, NaCl, Mn, Fe dan Zn. Konsumsi zat lainnya seperti:
protein, serat kasar, lemak, BETN dan TDN relatif sama untuk ketiga jenis
ransum. Peningkatan beberapa konsumsi meneral tersebut diharapkan dapat
membantu dalam proses metabolisme baik didalam rumen maupun di kelenjar ambing
dalam proses biosintesis air susu.
Metabolit darah
Hasil pengukuran kadar metabolit darah pada
sapi-sapi percobaan pada masa akhir pengamatan diperlihatkan pada Tabel 3. Kadar
glukosa darah, walaupun kurang akurat, namun dapat dijadikan indikator tentang
status ketersediaan energi bagi sapi perah Secara
normal kadar glukosa darah pada ruminansia dewasa adalah 52 mg/dl dan bila
kadar glukosa darah tersebut kurang dari 28 mg/dl maka sapi tersebut dalam status
ketosis. Ketiga kelompok sapi, baik sapi kontrol dan yang disuplementasi FBS-A
dan FBS-B mempunyai kadar glukosa darah masing masing 40,33, 36,17 dan 44,67
mg/dl. Secara keseluruhan menunjukkan, bahwa besar kemungkinannya pasokan
energi (glukosa) masih belum cukup. Hal ini diperlihatkan oleh kenyataan bahwa
kadar TDN ransum yang diberikan peternak adalah 50,98%, jauh dibawah standar
yang sesuai yaitu 65%. Hasil analisis statistik, memperlihatkan bahwa perlakuan
suplementasi mempengaruhi secara nyata (P<0,05) kadar glukosa darah. Kadar glukosa
darah sapi yang mendapat suplementasi FBS-A lebih rendah dari sapi kontrol. Hal
ini besar kemungkinannya pada sapi yang disuplementasi FBS-A penggunaan glukosa
untuk produksi air susu kelenjar ambing relatif tinggi, sehingga yang ada dalam
darah menjadi rendah akibat up-take glukosa oleh kelenjar ambing. Glukosa
adalah precursor untuk pembentukan laktosa pada kelenjar ambing. Kadar mineral
darah sapi-sapi percobaan, baik sapi yang disuplementasi maupun yang tidak
(kontrol) bila dibandingkan kadar mineral darah sapi yang normal berada dalam
kisaran normal untuk mineral Ca, Mg, sedangkan mineral mikro seperti: Mn, Zn,
Cu dan Fe relatif lebih tinggi. Kadar mineral dalam darah umumnya diatur secara
homeostasis. Evaluasi tingkat kecukupan mineral, khususnya mineral mikro melalui
analisa pada plasma darah belum cukup untuk menentukan status mineral bagi
sapi-sapi tersebut.
Produksi air
susu
Produksi susu sapi yang tanpa maupun disuplementasi
dengan FBS diperlihatkan dalam Tabel 4. Produksi susu sapi harian (tanpa
dikoreksi dengan kadar lemak) meningkat dengan adanya suplementasi FBS, namun
secara statistik tidak nyata. Rataan produksi susu pada suplementasi FBS-A (14.865
kg/ekor/hari) dan FBS-B (14.637 kg/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
(13.719 kg/ekor/hari). Produksi air susu 4% FCM dipengaruhi secara nyata (P<0,05)
oleh perlakuan. Rataan produksi air susu tertinggi diperoleh pada sapi yang
diberi suplementasi FBS-A, sedangkan produksi susu sapi yang diberi
suplementasi FBS-B tidak berbeda nyata dengan kontrol. memperlihatkan produksi
air susu harian sapi percobaan dari hari ke hari selama priode pengamatan
berlangsung. Terlihat walaupun ada fluktuasi, produksi air susu pada pemberian
FBS-A tetap lebih tinggi dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya (kontrol
dan FBS-B) pada pemberian suplemen FBS-B respon lebih tinggi dari kontrol
setelah 10 hari berikutnya. Penyebabnya adalah FBS-B kurang palatable dibandingkan
dengan FBS-A. FBS-B nilai konsumsinya (disukai) sapi agak terlambat jika dibandingkan
dengan FBS-A. Jika dikaitkan dengan
konsumsi zat makanan dan energi yang relatif sama dari ketiga perlakuan, maka
dapat diperkirakan, bahwa suplementasi FBS, khususnya FBS-A dapat memperbaiki metabolisme,
biosintesis air susu dan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan zat makanan
untuk produksi air susu. Dalam hal ini, andil peningkatan konsumsi mineral sebagai
akibat suplementasi FBS memberi dampak yang positif pada produksi air susu.
Kualitas
air susu
Hasil pengukuran terhadap komposisi air susu
sapi-sapi percobaan diperlihatkan dalam Berdasarkan hasil analisis statistik, suplementasi
FBS tidak mempengaruhi: persentase bahan kering susu, persentase kadar lemak,
persentase bahan kering tanpa lemak (Solid Non Fat) serta berat jenis air susu.
Namun demikian ada kecendrungan perbaikan nilai rataan dari peubah-peubah
tersebut, baik untuk kadar lemak dan BKTL. Bila ditinjau, komposisi air susu
dapat beragam antar individu, sehingga pengaruh suplementasi tersebut tidak
dapat diperlihatkan secara statistik. Selain itu indikator untuk melihat mutu
air susu, adalah dengan uji reduktase. Uji reduktase ini menunjukkan daya awet
air susu.Semakin tinggi aktivitas mikroorganisme dalam air susu, maka air susu
tersebut akan cepat menjadi asam yang ditunjukkan oleh perubahan warna
indikator methylin blue, yaitu lama waktu perubahan warna methylin blue menjadi
putih. Berdasarkan hasil analisis statistik, tidak terdapat perbedaan hasil uji
reduktase dari ketiga perlakuan, walaupun ada kecendrungan adanya peningkatan
untuk susu sapi yang diberi suplementasi, khususnya untuk suplementasi FBS-B.
Secara keseluruhan, lama perubahan yang kurang dari 6 (enam) jam, menunjukkan
mutu susu tersebut kurang baik. Uji reduktase sangat berkaitan dengan aspek mikrobiologis
susu, unsur-unsur hygenis ambing dan pemerahan perlu mendapat perhatian yang
serius, tidak hanya melalui perbaikan pakan, tetapi dari segi manajemen kerja
merupakan hal yang lebih penting.
Aspek
ekonomis
Manfaat ekonomis baru dapat dilihat, apabila dapat
ditunjukkan hubungan antara input-otput, baik dari segi besaran fisik ataupun
dari biaya. Perkiraan input-output penggunaan FBS dan income over feed cost (IOFC)
atau penerimaan peternak setelah dikurangi biaya pakan. Nilai IOFC
sering digunakan untuk melihat manfaat ekonomis dari penerimaan
perbaikan pemberian pakan. Nilai IOFC masing masing perlakuan kontrol,
FBS-A dan FBS-B adalah: Rp 5.393,55/ekor/hari, Rp9.150,64/ekor/haridanRp8031,64/ekor/hari.
Tamabahan kenaikan IOFC akibat penggunaan FBS A cukup signifikan
yaitu sebesar Rp 3.757,10/ekor/hari atau setara 69,66%/ekor/hari dan
FBS-B sebesar Rp 2.637,49/ekor/hari atau setara 48,90%/ekor/hari
di atas nilai IOFC pada sapi kontrol yang tidak mendapat FBS.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan
bahwa FBS mempunyai andil dalam peningkatan produksi susu melalui peranan dan
fungsinya sebagai berikut: (1) dapat meningkatkan pasokan/konsumsi beberapa zat
makanan bagi sapi perah; (2) mengkoreksi ketidakseimbangan zat gizi; (3)
mengkoreksi ketidakseimbangan antara hijauan dan konsentrat; (4) meningkatkan
aktivitas dan populasi mikroba rumen, sehingga ammonia dapat dimanfaatkan
dengan baik untuk biosintsis protein mikrobial; (5) memasok unsur mikromineral
yang dapat meningkatkan aktivitas metabolisme, sehingga Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004 230 utillisasi glukosa oleh
kelenjar ambing untuk sintesis laktosa dapat meningkat; dan (6) mampu
meningkatkan penerimaan peternak setelah dikurangi biaya pakan (income over
feed cost).